Cari Pemimpin? Berkaca dari Sosok Dua Umar
![Memilih pemimpin umat. (Ilustrasi Foto: Dok Republika)](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/240213100333-800.jpg)
SumatraLink.id -- Sepeninggal Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam (SAW), kepemimpinan umat Islam dilanjutkan secara estafet kepada para sahabatnya rodhiyallahuanhum (ra). Berdasarkan nubuwah Rasul SAW, setiap 100 tahun akan ada pemimpin yang menaungi umat dengan adil dan sejahtera. Umar bin Abdul Aziz, cucu sahabat Umar bin Khatab ra, pernah hadir di muka bumi ini untuk membawa kemaslahatan umat.
Umar bin Abdul Aziz, setidaknya telah membuktikan bahwa nyata ada sosok pemimpin yang adil yang mampu menyejahterakan umatnya kala itu. Hal tersebut terwujud dari doa kakeknya Umar bin Khotob ra: “Semoga dari anak keturunan Umar lahir seorang yang memenuhi bumi dengan keadilan. Ciri lelaki tersebut adalah memiliki tanda khusus di wajahnya.” (diriwayatkan Nafi ra -- Dalail Al Nubuwah karya Imam Al-Baihaqi. 6:492).
Ali bin Abi Thalib ra mengatakan, “Janganlah kalian mengutuk Bani Umayyah karena di kalangan mereka terdapat seorang pemimpin yang saleh yaitu Umar bin Abdul Aziz.” (Dalail Al-Nubuwah karya Imam Al-Baihaqi).
Kepemimpinan dua sosok Umar: Umar bin Khatab ra dan Umar bin Abdul Aziz telah mewarnai dunia dan telah membuktikan kepada umat dan penduduk bumi ini bahwa keadilan seorang pemimpin nyata adanya bukan mimpi. Kehadiran kedua sosok Umar ini, seakan kita yang hidup di zaman sekarang tak memercayai tindakan dan perilaku seindah dan seideal kepemimpinan mereka.
Tak diragukan lagi dalam sebuah riwayat shohih, secuil cerita (masih banyak kisah lain) yang mahfum adanya bahwa sosok Umar bin Khotob ra setelah ronda kampung tengah malam dan mendapati keluarga miskin yang kelaparan. Merasa bersalah, tak menunggu nanti-nanti secepatnya ia menggotong sendiri sekarung gandum untuk dibawa kepada keluarga yang kelaparan tersebut pada malam hari.
Bisa saja Umar bin Khatab ra menyuruh stafnya mengirimkan sekarung gandum tersebut kepada ibu dan anak yang kelaparan tersebut, seperti kita sekarang mengirim sembako atau karangan bunga kepada seseorang. Itupun harus dimediamassakan (disebarkan di medsos).
Tetapi Umar ra berbeda dengan kita yang hidup di akhir zaman ini. Umar ingin menebus dosanya dengan menggotong sendiri karung gandum berjalan kaki, berletih dan berkeringat hingga di depan rumah rakyatnya tengah malam.