Masjid Jami Al Anwar Saksi Bisu Gunung Krakatau Meletus
Menurut data, setelah renovasi pertama tahun 1962, masjid ini sudah beberapa kali mengalami renovasi, yakni tahun 1994 dan 1997. Masjid yang berukuran sekitar 30 x 35 meter ini berdiri di atas tanah wakaf seluas 6.500 meter persegi dan mampu menampung lebih dari 2.000 jamaah.
Pada masa renovasi pertama, telah dibangun menara. Pada tahun 1994, menara masjid ini mengalami perubahan menjadi 26 meter. Di pintu masuk masjid, dibangun teras sederhana, namun bergaya arsitektur lama masa penjajahan Belanda.
Ia mengatakan, pada renovasi tahun 1962, konstruksi bangunan ini masih bercirikan konstruksi bangunan pada 1888. Hal ini bisa dilihat dari dinding masjid, pintu masuk masjid, dan menara masjid, termasuk pagar yang mengelilingi masjid. Semua dibuat dengan batu bersusun berlapis, seperti bangunan masa penjajahan dulu.
Dalam catatan sejarah, masjid ini pada masa perjuangan kemerdekaan melawan penjajah Belanda menjadi basis tempat berkumpulnya para tokoh pejuang untuk mengatur strategi perlawanan penjajah. Pejuang tersebut di antaranya adalah Alamsjah Ratuperwiranegara, Kapten Subroto, KH Nawawi, dan KH Toha.
Sebagai masjid yang tertua di Lampung, Masjid Al Anwar juga memiliki banyak peninggalan kuno, di antaranya dua buah meriam peninggalan Portugis, kitab tafsir Alquran yang sudah berumur lebih dari satu setengah abad.
Terdapat ratusan buku agama Islam berusia 150 tahun, naskah kuno letusan Krakatau 1883, dan gentong air untuk tempat berbuka puasa. Di masjid ini, terdapat sumur tua yang tidak pernah kering saat musim kemarau untuk mengambil air wudhu.
“Meriam ini pemberian pemerintah daerah waktu itu. Ini sebagai ciri khas masjid yang dibangun pada masa penjajahan,” kata Achmadi.