Home > Ulasan

Lalat Hitam, Solusi dari Masalah Sampah Menumpuk

Selain mengurai tumpukan sampah juga menghasilkan pupuk tanaman dan pakan ternak.
Penguraian sampah menggunakan lalat hitam menjadi pupuk dan pakan ternak. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland)
Penguraian sampah menggunakan lalat hitam menjadi pupuk dan pakan ternak. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland)

SumatraLink.id (REPUBLIKA NETWORK) -- Sudah mahfum, ada sampah ada lalat. Ada lalat boleh jadi ada bau tak sedap. Sebagian orang jijik jika melihat lalat, apalagi saat bersarang di kumpulan sampah organik dan anorganik. Tapi, saat ini di mana yang tidak ada sampah. Selagi ada kehidupan dipastikan ada sampah.

Bahkan di perkotaan, sampah sudah jadi masalah pokok. Masyarakat urban setiap hari memproduksi sampah berton-ton. Tumpukan sampah di tempat pembuangan sampah akhir tak sebanding dengan daur ulang pengolahan sampah. Dampaknya, alam terganggu kehidupan manusia terancam.

Fenomena sosial ini membuat Prof Agus Pakpahan terinspirasi melakukan penelitian sampah dan lalat. Di depan matanya, gerombolan lalat yang mengerubungi sampah menjadi bayangannya. Mantan Dirjen Bina Perkebunan Departemen Pertanian ini, turut andil membantu mengurai sampah menjadi bermanfaat.

Lalat hitam (Hermetia Illucens) menjadi fokus penelitiannya. Kehadiran lalat di hamparan sampah dan menggunung berasal dari rumah tangga, pasar, pabrik, perkantoran, dan sebagainya. Sampah ini tidak setop setiap hari. Ini karunia sesungguhnya, asal bisa diolah.

Hanya karena lalat, ia menyisakan waktu berburu buku dan refrensi ke berbagai negara. Ia terinspirasi setelah menelaah buku berjudul Flies karya Stephen A Marshall.

"Saya ke luar negeri, tujuannya ke toko buku cari buku lalat," kata Agus Pakpahan, alumnus IPB Jurusan Studi Manajemen Hutan tahun 1978, beberapa waktu lalu.

Untuk jenis lalat tropis yang akan mengurai sampah, yakni tentara semut hitam (black soldiers fly atau BSF). Menurut dia, tentara lalat hitam menjadi panglima di tumpukan sampah.

Ia menggandeng perusahaan perkebunan tebu dan pabrik gula tertua (1975) di Lampung PT Gunung Madu Plantation. Pabrik ini bermasalah dengan limbah sampah dari rumah tangga pekerja maupun pabrik.

Limbah sampah organik dan anorganik dari rumah tangga dan sisa ampas tebu (blotong) menjadi masalah bagi perusahaan. Inovasi Agus solusi masalah limbah sampah tersebut. Di lahan setengah hektare pinggir kebun tebu didirikan rumah biokonversi BSF.

× Image