Berjumpa di Bawah Payung Madinah
SumatraLink.id – Oleh Mursalin Yasland
Tak terasa tiba juga waktunya berjumpa seorang lelaki sejati idaman umat Islam sejagad raya. Langkah kakiku bergetar, hati pun ikut berdebar. Air yang selama ini tertumpuk di pelupuk mata, akhirnya mengucur jua.
Tangisan yang sedalam-dalamnya adalah tangisan rindu. Rindu kepadamu ya Rasulullah Sholallahu’alahi wassalam (SAW). Kedua mataku sembab, kaki menapak gontai seakan enggan bergeser apalagi melangkah untuk menjauh dan menjauh.
Sosok bersahaja yang memiliki riwayat panjang penuh makna. Jalan panjang itu, tak pernah sedikitpun ia katakan melelahkan, mengeluh, dan menyesal. Jalan panjang yang sunyi itu menjadi suri teladan bagi kaumnya hingga akhir zaman.
Aku tak bisa berkata-kata yang lain lagi. Hilang sudah peluh kesah mengejar kehidupan dunia yang fana.
“Assalamu’alaka Ya... Rasululllah (SAW).”
Berkali-kali kuucapkan tatkala melangkah di depan makam Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi Kota Madinah Al Munawarah, yang dahulu bernama Yastrib. Aku ingin beliau SAW berkali-kali menjawab salamku dari hamba yang hina, yang berdomisili jauh dari rumahmu ya Abul Qosim.
Sejenak di pikiranku terngiang kisahmu yang penuh duka dan suka, yang penuh makna dan jiwa, yang penuh kasih sayang, yang penuh suri teladan bagi semua makhluk di bumi ini. Engkau Rasul SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia dan menyeru kepada tauhid. Rahmatan lil alamin, jadi ikonmu.
Tiada yang dapat membantahnya, perjuangan selama 23 tahun telah menggetarkan dunia. Hegemoni Romawi dan Persia takluk hanya dengan kalimah Laa Ilahaillallah dan Allahuakbar.
Bahkan, Michael H. Hart, penulis buku Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah (Pustaka Jaya/1982), tak bisa tidak harus menempatkan Nabi Muhammad SAW di urutan teratas. Tak ada yang tertandingi.