Si Pending Emas, Berjuang dengan Senjata Pena
SumatraLink.id – Soasiu masih tertidur pulas. Tak ada hiruk pikuk masyarakat layaknya ibukota provinsi di Indonesia. Daerah lain telah bergolak “Demam Irian Barat”, justru masyarakat Soasiu diam tak bergairah. Herlina, perempuan pertama terpanggil untuk membela bangsa dan negara rela bergrilya di rimba hutan belantara untuk membebaskan Irian Barat dari penjajah Belanda.
“Soasiu, aku pikir ada aktivitas masyarakatnya sibuk, dan semangat daerahnya lebih panas dan bergelora dalam membela tanah Irian Barat, seperti daerah lain. Ternyata, tidak!” kata Herlina, yang menulis kisahnya dalam buku Pending Emas (Bergerilya di Belantara Irian) edisi tahun 1985.
Pada 17 Agustus 1956, Indonesia ingin merebut kembali Irian Barat dari cengkraman Belanda dengan membentuk Provinsi Irian Barat, yang ibukota provinsinya di Soasiu, sebuah daerah di Pulau Tidore di sebelah utara Kepulauan Maluku. Gubernur pertamanya Sultan Zainal Abidinsyah.
Dipilihnya Soasiu di Tidore, mengapa tidak di Ternate yang lebih besar dan luas daerahnya, juga tidak di Jailolo Kepulauan Halmahera atau di Ambon, karena alasan politis dari sejarah Irian Barat yang pernah menjadi daerah kekuasaan Kesultanan Tidore.
Dalam sejarah, ketika Sultan Tidore berkunjung ke Irian Barat menggunakan kapal, saat turun kapal yang menjadi landasan kaki sultan justru punggung-punggung penduduk setempat yang membungkuk, saking berkuasanya sultan kala itu. Sedangkan Sultan Zainal Abidinsyah yang menjabat gubernur Provinsi Irian Barat sebagai ahli waris dari Sultan Tidore.
Pembentukan provinsi ini mendapat penolakan dari forum PBB tahun 1957. Terjadilah aksi-aksi di berbagai daerah Indonesia yang menuntut pembebasan Irian Barat. Pada awal tahun 1956, berbagai daerah bergolak dan memanas. Mereka menggelar aksi menolak putusan PBB dan ingin merebut kembali Irian Barat dari tangan sang penjajah Belanda.
Di Soasiu, pada Februasi 1961, Herlina, gadis asal Malang, Jawa Timur, memulai pengembaraan untuk turut andil merebut kembali Irian Barat. “Soasiu, tempat aku memulai keterlibatanku. Aku harus mencari celah di mana aku bisa ambil bagian,” tutur Herlina, yang memiliki nama asli J Harlina.
Perubahan nama ini, dikarenakan masa itu ejaan “A” dibaca “E”, akhirnya orang memanggilnya Her bukan Har. Bahkan, kala itu Presiden Sukarno menyapanya dengan sebutan Herlina.