Home > Kisah

Tukang Becak Naik Haji: Penumpang Gratis di Hari Jumat

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.
Tukang becak di pangkalan. (Ilustrasi Foto: Dok. Republika.co.id)
Tukang becak di pangkalan. (Ilustrasi Foto: Dok. Republika.co.id)

SumatraLink.id – Tak ada yang tidak mungkin di dunia ini, asalkan yakin. Naik haji ke Tanah Suci tidak semata milik orang kaya. Orang belum mampu secara lahiriah tetap mendapatkan kesempatan luas oleh Allah Subhanahu wata’ala (SWT) untuk merampungkan rukun Islam kelima pergi haji.

Kisah ini terinspirasi dari Al-Quran Surah Al-Isra ayat 7, “Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” Nabi Muhammad Rasulullah Sholallahu’alaihi wassalam (SAW) bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya,” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni).

Parmin, seorang tukang becak, dalam kisah yang dipaparkan Khunaefi el-Ghony dalam bukunya Optimis Haji Bisa Gratis (2013), telah membuktikan hal itu. Untuk berangkat haji, sekiranya sangat jauh dari harapan bagi Parmin, yang untuk mencukupkan kebutuhan dapur dan rumah tangganya saja masih kalangkabut.

Tukang becak ini masih tinggal di indekos, belum punya rumah pribadi. Secara materi ia berkekurangan, tapi secara spritual, ia rajin beribadah, baik shalat lima waktu maupun berpuasa.

Parmin memang tidak kaya, tapi ia masih menyisakan kaya hati. Harta miliknya tak mungkin dapat dibagikan kepada orang lain. Namun, Parmin tidak putus asa untuk dapat berbagi dengan orang lain. Ia menyedekahkan harta dalam bentuk jasa tukang becak dengan menggratiskan penumpangnya pada hari Jumat.

Sedekah jasa becak gratis bagi penumpang pada hari Jumat telah lama ia jalani. Tibalah, awal bulan Ramadhan. Seorang pemilik mobil mewah mogok di perempatan jalan, tempat Parmin mangkal. Parmin mendapatkan penumpang orang kaya di dalam becaknya.

Baca juga: Berutang Seribu Dinar dengan Jaminan Allah SWT

Jarak yang ditempuh dalam menggowes becaknya tidak jauh. Orang kaya tersebut sangat berharap cepat sampai. Tiba di tempat tujuan, orang kaya tersebut mengeluarkan koceknya dari dompet sebesar Rp 10.000. Tapi, Parmin menolaknya.

“Kenapa bapak menolaknya? Apa bayaran saya kurang?” kata orang kaya tersebut heran.

“Oh tidak, Pak. Itu lebih dari cukup. Tetapi, memang saya sudah meniatkan diri untuk tidak menerima upah setiap hari Jumat,” timpal Parmin halus.

× Image