Home > Senggang

Gubuk Seng, Menyimpan Duka Tsunami Krakatau

Sembilan bulan akvitas vulkanis GAK senyap sepanjang tahun 2024, warga pun tenang.
Kawasan di bawah perbukitan Gubuk Seng yang dipenuhi batu karang menghadap langsung Gunung Anak Krakatau. (SumatraLink.id/Mursalin Yasland)
Kawasan di bawah perbukitan Gubuk Seng yang dipenuhi batu karang menghadap langsung Gunung Anak Krakatau. (SumatraLink.id/Mursalin Yasland)

SumatraLink.id – Gemuruh ombak yang menghempas batu karang seakan memecah kesunyian di perairan Selat Sunda. Hilir mudik beragam jenis burung menerjang angin laut menambah keelokan yang nyaris sempurna saat memandang panorama Gunung Anak Krakatau (GAK).

Gubuk Seng, begitu orang penduduk Pulau Sebesi, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung menyebutnya. Sebuah perbukitan yang agak tinggi dari permukaan laut, memaksa mata terbelalak melihat GAK dari dekat sebagai keagungan sekaligus keindahan ciptaan Allah SWT.

Gunung Krakatau (gunung berapi purba) yang meletus pada Agustus 1883, dalam rentang waktu kaldera vulkanisnya telah bermetamorfosis menjadi GAK sampai sekarang. GAK termasuk gunung berapi yang masih aktif vulkanisnya dalam waktu tertentu.

GAK terakhir erupsi mengeluarkan kolom abu dari puncaknya setinggi 1.000 meter pada 16 Desember 2023 (sumber: https://magma.esdm.go.id). Sebelumnya, erupsi GAK yang memuntahkan lava pijar merah dan kolom abu terus beriringan yang dapat dilihat terang dari Pulau Sebesi, terutama pada malam hari.

Saking dekatnya dengan GAK, terdapat Menara Pos Pemantau GAK. Namun, banyak yang menyayangkan bangunan pemerintah ini terbengkalai. Menara yang tinggi sekira 100 meter ini tidak terpakai lagi, aktivitas pemantauan dipindahkan jauh dari Gubuk Seng ke Desa Hargo Pancuran, Rajabasa, Lampung Selatan atau seberang Pulau Sebesi.

"Seharusnya menara ini diaktifkan lagi, karena lebih dekat, agar informasi perkembangan letusan Gunung Anak Krakatau cepat tersampaikan ke masyarakat," kata Tri, pengunjung asal Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.

Sembilan bulan aktivitas vulkasnis GAK senyap, warga sekitar pun tenang. Meski trauma penduduk Pulau Sebesi masih membekas pasca bencana gelombang tsunami GAK pada 22 Desember 2018. Musibah ini menelan nyawa ratusan jiwa, korban luka, rumah hilang dan hancur, juga perahu dan kapal nelayan tersapu ombak.

Gubuk Seng menjadi tempat terparah saat gelombang tsunami yang tingginya melebihi pohon kelapa (lama) yang ada di bukit tersebut. Memang, Gubuk Seng bukan tempat pemukiman warga. Sehari-hari kawasan ini sepi penduduk, karena hanya tempat berladang atau berkebun.

Ketika mendekati musim panen sebagian warga mendiami gubuk-gubuk di ladangnya. Bahkan, ada sebagian kecil warga yang terpaksa menetap di gubuk-gubuk dalam kebunnya bersama anak-anaknya, agar tidak jauh bolak balik dari Desa Tejang, pusat keramaian Pulau Sebesi yang jaraknya 20-30 menit naik motor.

× Image