Isu Dewan Jenderal dan Dokumen Gilchrist Menuju 1 Oktober
SumatraLink.id – Ketegangan Angkatan Bersenjata (AB) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) mulai tampak pada awal Tahun 1965. Isu Dewan Jenderal (DJ) yang akan membidik senior Angkatan Darat (AD) terus dihembuskan dan disebarluaskan PKI ke berbagai elemen agar sampai kepada Presiden Soekarno, yang waktu itu kondisi kesehatannya menurun.
Isu DJ yang disebar PKI menjelaskan adanya sekelompok perwira senior TNI-AD untuk mengambil alih kekuasaan (coup d'etat) di ibukota pada waktu yang tepat. Isu ini berkembang selaras dengan ditemukannya Dokumen Gilchrist (DG). DG ini diambil dari nama seorang Duta Besar Inggris di Jakarta yang bertugas tahun 1963-1966 dengan nama Sir Andrew Gilchrist.
Menurut Robert Edward (RE) Elson, DG ditemukan di vila seorang distributor film Amerika yang sekaligus dituduh agen Central Intelligence Agency (CIA) di Puncak, Bogor, Jawa Barat. Vila tersebut diserang sekelopok pemuda PKI.
“Dokumen ini yang konon adalah telegram rahasia dari duta besar Inggris di Jakarta, Sir Andrew Gilchrist kepada atasannya di London, menyebutkan kemungkinan kerja sama di masa depan antara Inggris dan ‘sahabat kami dari angkatan bersenjata lokal’,” tulis RE Elson dalam bukunya Suharto Sebuah Biografi (2005).
Baca Juga: Sepotong Malam Menjelang Subuh Gerakan 30 September
Elson menyatakan, kekhawatiran Soekarno dengan AB semakin bertambah dengan ditemukannya DG. Ia meminta klarifikasi kepada Letjen Ahmad Yani, selaku Menteri/Panglima Angkatan Darat (setara KSAD) dan empat panglima AD lainnya pada 26 Mei 1965.
Ahmad Yani menjelaskan, dua stafnya Parman dan Sukendro terus melakukan hubungan dengan Kedutaan Besar Amerika dan Inggris, bahwa perwira-perwira senior telah berkumpul di rumahnya untuk menyatakan pendapat mereka tentang situasi politik ini.
Yani mengungkapkan, yang mengakui adanya satu dewan jenderal yakni Wanjakti, suatu badan yang dibentuk pada tahun 1963, yang bertugas untuk merekomendasikan penempatan dan promosi perwira ke tingkat lebih tinggi. Namun, Yani menyangkal adanya adanya satu badan rahasia.
Pada saat itu, beredar kabar yang menguat, bahwa sekelompok jenderal tingkat tinggi sedang berencana mengambil alih kekuasaan sejak Mei 1965. Hal ini yang membuat Ahmad Yani bersikap keras dan terus menghadang kemajuan PKI. Selain itu, Yani juga berpikiran secara sadar bahwa Amerika sangat menginginkan perubahan politik di Indonesia.