Pempek PATI dan Bupati OWEDUS

Ketika di Palembang, waktu silam, ada penjual bersepeda di boncengan belakangnya ada boks bersisi kaca berisi aneka pempek. Penjuap pempek bersepeda ini berkeliling-keliling menyusuri pojok Kota Palembang.
Mereka menggelar dagangan di saat ada keramaian warga. Tempat langganan mangkal penjual pempek bersepeda ini yakni Pasar Cinde pada hari Ahad (Minggu) atau Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II pada hari Jumat.
Setiap ada penjual pempek bersepeda ini, selalu ramai pembeli. Penikmat pempek warga Kota Musi atau warga pendatang berkerumun di sepedanya. Tak lama menjaja, pempek dalam boks kacanya ludes terjual. Laku keras.
Rasa pempek dan cukonya tak jauh berbeda dengan pempek dan cuko buatan warga lokal (orang Palembang asli). Harga murah tapi cita rasa tetap bersaing. Itulah pempek (buatan warga) Pati, sebutannya.
Belum diperoleh asal muasal warga Pati memulai usaha dengan menjual pempek di Kota Palembang. Tapi soal kuliner daerah, tidak saja penduduk lokal asli atau pendatang, asal mampu meracik adonan rasa khas lidah setempat, majulah dagangannya.
Memang, penjual pempek bersepeda datang dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kala itu, mereka menyewa sebuah rumah di bilangan Kelurahan 27 Ilir tak jauh dari Masjid Agung, atau persisnya di kawasan Rusun (Rumah Susun) dekat Sungai Sekanak. Ini hanya sebagian kecil, mereka juga menyebar di daerah lain.
Seorang kawan senior menceritakan kalau di belakang rumahnya terdapat komunitas warga Pati, Jawa Tengah. Mereka ini sangat giat bekerja tak kenal lelah. Siang beredar di jalan, malamnya memproduksi pempek.
Kehidupan mereka warga Pati sehari-hari sangat akrab, kompak, dan juga sangat toleran. Sehingga dengan warga sekitar mudah bergaul, begitu sebaliknya. Tak ada sekat; pendatang dan penghuni asli. Soal bahasa setempat juga tak bermasalah satu sama lainnya.