Home > Risalah

Sebaki Kurma Hadiah Pelaku Gibah

Seseorang yang menggunjing saudaranya itu, berarti memakan daging saudaranya sendiri.
Kebun kurma di Madinah, pusat penjualan berbagai jenis kurma. (Foto: Sumatralink.id/Mursalin Yasland)
Kebun kurma di Madinah, pusat penjualan berbagai jenis kurma. (Foto: Sumatralink.id/Mursalin Yasland)

SUMATRALINK.ID – Biasanya seseorang yang memiliki keunggulan dalam ilmu atau keahlian dalam keterampilan akan mendapatkan hadiah (reward), namun ini sebaliknya ada seseorang yang memiliki karakter negatif malah justru juga mendapat hadiah.

Seperti apakah orang yang mendapat hadiah atas karakter negatifnya? Seorang ulama tabiin Syaikh Hasan al-Bashri, lahir di Madinah pada 21 Hijriah (642-728 Masehi) menceritakan pada zamannya ada seorang hamba yang mengadukan kisahnya karena diumpat (digibah) si fulan beberapa waktu lalu.

Seorang hamba tersebut, tatkala mendengar informasi dari orang langsung mendatangi rumah pelaku gibah tersebut dan memberikan sebaki (senampan) berisi kurma ruthob (basah) kepadanya. Pelaku gibah tersebut kaget dengan kedatangan orang yang digibahnya juga memberinya hadiah.

“Aku mendengar kabar bahwa engkau telah menghadiahkan pahala kebaikanmu kepadaku. Maka, terimalah kirimanku ini sebagai ucapan terima kasih,” tutur hamba Allah orang yang digibah kepada penggibah seperti dituturkan dalam buku Minhajul Abidin karya Imam Ghazali, 1995.

Mendengar kisah Syaikh Hasan al-Bashri, seorang Abdullah bin al-Mubarok atau disebut Ibnu Mubarok, seorang ahli hadist dan ahli fikih yang lahir di Khurasan (Afghanistan-Turmeknistan) pada tahun 118 Hijriah juga menceritakan keberadaan pengumpat atau penggibah.

“Jika aku suka mengumpat, tentu aku mengumpat ibuku, sebab ibuku lebih berhak mendapatkan kebaikanku,” kata Ibnu Mubarok menganalogikan kebiasaan perilaku penggibah orang lain yang tiada manfaat bagi dirinya maupun keluarganya.

Imam Hatim al-Asham, seorang ulama besar yang dijuluki tidak mendengar dari Khurasan yang wafat tahun 237 Hijriah menceritakan, pada suatu malam beliau berhalangan mengerjakan shalat tahajud. Maka, beliau dicemooh oleh istrinya.

“Mudah-mudahan saja keteledoranku malam itu terbayar oleh kejadian malam itu juga. Yakni, dengan adanya beberapa orang yang mengerjakan shalat tahajud pada malam itu hingga larut malam, tetapi pagi harinya mereka mengumpatku. Maka, mudah-mudahan di hari kiamat kelak, pahala tahajud mereka berpindah ke timbangan amalku,” kata Imam Hatim al-Asham.

× Image