Masuk Musim Tanam, Jatah Pupuk Subsidi di Lampung Berkurang
SumatraLink.id, Lampung -- Petani di berbagai daerah mulai memasuki musim tanam pada Februari - Maret 2024, namun stok pupuk subsidi untuk wilayah Lampung berkurang. Kebutuhan pupuk subsidi di Lampung seharusnya satu juta ton, tapi kuota yang diterima hanya 39,36 persen atau sebanyak 393.645 ton.
Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung Bani Ispriyanto, dari jumlah pasokan 393.645 ton pupuk subsidi terdiri dari pupuk urea 204.489 ton, NPK sebanyak 185.654 ton, dan NPK Formula Khusus 3.502 ton.
"Ada kekurangan pupuk subsidi sebanyak 606.355 ton," kata Bani Ispriyanto dalam keterangan persnya yang diterima, Kamis (1/2/2024).
Menurut dia, alokasi pupuk subsidi yang kurang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, karena berbagai faktor yang memengaruhinya. Diantaranya, dampak dari perang Rusia dan Ukraina, karena bahan baku pupuk masih diimpor dari negara berseteru tersebut.
Alokasi pupuk subsidi untuk petani di Lampung rata-rata terealiasasi dari kebutuhan sebesar 40 persen untuk masih pupuk subsidi. Untuk mengatasi kekurangan alokasi pupuk subsidi, pemerintah pusat recananya akan menambak lagi secara nasional subsidi pupuk menjadi Rp 14 triliun atau 2,5 juta ton.
Petani di Natar, Kabupaten Lampung Selatan, mulai mengolah lahan sawahnya saat musim hujan tiba. Namun, petani setempat mengaku masih menghadapi masalah karena stok pupuk subsidi berkurang dari yang telah disetujui dalam kelompok tani sesuai dengan alokasi dalam e-RDKK.
Menurut Hasan, petani di Natar, kalau memang stok pupuk subsidi tidak mencukupi, terpaksa membeli pupuk di luar walaupun dengan harga mahal, karena harus segera tanam.
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Lampung menyesalkan terjadinya pengurangan alokasi pupuk subsidi di Lampung. Menurut R Prabawa, sekretaris HKTI Lampung, masalah kekurangan pupuk selalu terulang setiap memasuki musim tanam.
Dia mengatakan, masalah klasik dan terus berulang kalau pupuk subsidi yang diterima petani selalu tidak cukup. Akhirnya, petani membeli pupuk nonsubsidi kepada distributor lain, meskipun harganya mahal. (Emye)
Editor: Mursalin Yasland