Home > Risalah

Perbedaan untuk Kebenaran "Yes", Perbedaan untuk Mencela "No"

Kalaulah ia salah berijitihad sudah mendapatkan satu pahala (karena ia telah berupaya mengkaji keilmuannya), tapi bila akhirnya ia benar ia mendapatkan dua pahala.
Buku-buku karya Yusuf Al-Qaradhawi. (Ilustrasi foto: Sumatralink.id/Mursalin Yasland)
Buku-buku karya Yusuf Al-Qaradhawi. (Ilustrasi foto: Sumatralink.id/Mursalin Yasland)

SumatraLink.id – Oleh Mursalin Yasland (Penuntut Ilmu)

Saat ini dunia media sosial (medsos) ramai dengan polemik berbagai pendapat dan pandangan yang berbeda satu sama lain, satu kelompok lain, satu manhaj lain. Bahkan, perbedaan (atau perselisihan) yang terjadi terus memanas, terus digoreng, hingga meruncing dan menimbulkan benih-benih perpecahan antarumat Islam.

Padahal Al-Quran telah memerintah untuk bersatu di atas al-haq (kebenaran), dan melarang berpecah belah.

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara,” (QS. Ali Imran:103)

Di kalangan ulama, perbedaan yang menyangkut cabang bukan pokok agama dalam Islam hal biasa, selagi tidak menjerumuskan ia dan pengikutnya ke jurang kekufuran.

Apakah dengan perbedaan yang sedikit atau remeh temeh, lalu umat ini terpisah, setelah disatukan oleh Nabi Muhammad Sholallahu’alaihi wassalam (SAW) pada 14 abad lalu? Bukankah, persoalan pokok umat ini sudah tampak di muka kita, tapi kita tidak mampu dan malah sibuk dengan hal cabang dalam agama?

Selaku penuntut ilmu, kita dapat memetik hikmah dari perbedaan dan pandangan yang terjadi pada beberapa mazhab atau di kalangan ulama salaf dan kholaf. Bukankah, perbedaan dan cara pandang yang begini dan begitu menambah wawasan dan cakrawala keilmuan seorang penuntut ilmu dalam berislam untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Saya jadi teringat dengan Al ‘Allamah Syaikh Dr Yusuf Al Qaradlawy yang wafat dalam usia 99 tahun (hijriah) atau 96 tahun (masehi) pada Senin (26/9/2022).

Ulama dunia yang mahsyur tersebut banyak memproduksi tulisannya disajikan dalam buku beragam wacana fiqih kontemporer.

Kehilangan ulama berarti dicabutnya sekumpulan ilmu. Bukankah ulama adalah warisatul anbiya’ (pewaris nabi). Kehilangan ulama, kehilangan sosok umat setelah Rasul Muhammad SAW dan para sahabat nabi di alam semesta.

× Image