Home > Historia

Jembatan Ampera di Mata Sukarno, Lebihi Tower Bridge dan Golden Gate

Ide membangun jembatan di atas Sungai Musi mengemuka sejak zaman kolonial Gemeere Palembang tahun 1906.

Di bawah Jembatan Ampera di Seberang Ulu jadi Terminal Angkutan 7 Ulu. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland) 
Di bawah Jembatan Ampera di Seberang Ulu jadi Terminal Angkutan 7 Ulu. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland)

Wong plembang lamo menyebut Jembatan Ampera dengan kata proyek, lantaran jembatan masih berbentuk proyek sejak dibangun April 1962. Jembatan Ampera dibangun setahun setelah pemancangan tiang pertama Tugu Monas oleh Presiden Sukarno di Jakarta pada 17 Agustus 1961 (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, Balai Pustaka 1986 ). Proyek Jembatan Ampera ini menggunakan dana pampasan perang tatkala Jepang kalah perang. Diperkirakan biayanya Rp 900 juta kala itu harga 1 dolar Amerika Serikat Rp 200.

Kehadiran Jembatan Ampera ini sangat diharapkan masyarakat di Palembang dan Sumsel pada umumnya. Ekonomi rakyat di perairan Sungai Musi pada awalnya bertumpu pada angkutan sungai seperti perahu getek (Palembang: ketek), perahu motor, dan juga speedboat.

Pertemuan wong kota dan dusun (pedalaman) di wilayah Sumsel pada intinya terjadi di bibir Sungai Musi persis di bawah jembatan tersebut sebelum dibangun. Transaksi perdagangan komunitas kota dan dusun terjadi di Sungai Musi.

Rumah rakit banyak tumbuh di Sungai Musi. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland)
Rumah rakit banyak tumbuh di Sungai Musi. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland)

Sungai Musi dan Jembatan Ampera menjadi landmark Kota Palembang. Sungai Musi ini dikenal di Provinsi Sumsel sebagai Sungai Batanghari Sembilan, karena muara dari Sungai Ogan, Komering, Lematang, Rawas, Rupit, Beliti, Lakitan, Kelingi, dan Batang Hari Leko.

Pertemuan dua komunitas itu bermutualisme; orang dusun (pedalaman) Sumsel membawa dan menjual hasil pertanian dan perkebunannya, sedangkan orang kota menjual peralatan rumah tangga dan elektronik. Pertemuan dua komintas kota-dusun dengan angkutan sungai membuat sektor perdagangan orang daerah dan kota semakin bergairah.

Perekonomian kota berjuluk Kota Bari marak di bawah sebelum ada jembatan. Di pinggiran Sungai Musi terdapat Pasar 16 Ilir yang dikenal pusat grosir barang kebutuhan rumah tangga. Dari pasar ini, distribusi barang masuk Pasar Lingkis, yang berubah menjadi Pasar Cinde di Jl Sudirman yang sebelahnya terdapat terminal antarkota dalam provinsi.

Kehadiran Jembatan Ampera di atas Sungai Musi terjadi pergeseran dan penyebaran tingkat perekonomian masyarakat. Kalau dulu hanya mengandalkan angkutan sungai, setelah ada jembatan, angkutan darat semakin diminati terutama angkutan barang dan jasa.

Hilir mudik kendaraan barang dan orang dari daerah ke kota dan sebaliknya terjadi di wilayah Seberang Ulu yang terdapat Terminal 7 Ulu (alat transportasi menuju daerah-daerah uluan) dan Seberang Ilir terdapat Terminal (khusus angkutan dalam kota). Meski sudah terdapat terminal angkutan darat, sampai saat ini angkutan sungai masih bertahan.

× Image