Sukarno-Hatta, Dwitunggal yang Bercerai Saling Merindu

SUMATRALINK.ID (REPUBLIKA NETWORK) – Dwitunggal Proklamator Kemerdekaan Indonesia Sukarno-Hatta dalam perjuangannya merebut kemerdekaan, tak selamanya berjalan seiring sekata. Duet Bung Karno dan Bung Hatta kerap berseberangan tapi tetap dalam koridor untuk kepentingan bangsa dan negara.
Bung Karno terbiasa bertindak langsung pada masalahnya, sedangkan Bung Hatta berlaku sangat hati-hati. Dengan pengalamannya, Bung Karno terbiasa menangani masalah langsung pada intinya, sedangkan Bung Hatta bertindak berdasarkan latar belakang intelektualnya.
Perbedaan mencolok dua tokoh bangsa ini diakui masing-masing. Perbedaan cara pandang Bung Karno dan Bung Hatta seperti siang dan malam. “Perbedaan kami seperti siang dan malam, dan Hatta sama sekali tidak berobah pendiriannya,” kata Sukarno, seperti dikutip Cindy Adams dalam bukunya Bung Karno, Penjambung Lidah Rakjat Indonesia (1966).
Sukarno menuturkan, pada tahun 1920-an, dua tokoh ini telah retak ketika ia menjadi eksponen utama dari nonkoperasi, sedangkan Bung Hatta sebagai eksponen utama. “Hatta dan aku tak pernah berada dalam getaran gelombang yang sama,” ujar Sukarno.
Kisah perbedaan mencolok Bung Karno dan Bung Hatta, tatkala Sukarno di penjara Sukamiskin. Saat itu PNI bentukan Sukarnor dinyatakan terlarang dan akhirnya bubar. Kader PNI mendirikan Partai Indonesia (Partindo). Partindo tidak berdaya, karena tanpa Sukarno sebagai lambang kekuatan.
Sutan Sjahrir dan Bung Hatta, dua tokoh yang pernah belajar di Belanda tidak menyetujui cara bergerak kawan seperjuangan. Terjadi pertentangan dan perpecahan antara pengikut Bung Hatta dan pengikut Bung Karno. Sukarno keluar penjara. Ia dibujuk masuk Partindo, tapi ditolaknya.
“Tidak..., pertama saya harus berbicara dengan Hatta dulu. Saya ingin mendengar isi hatinya,” ujar Sukarno.
Pengikut Bung Karno heran. Apakah mungkin Bung mengikuti Pendidikan Nasional, partai dari Bung Hatta? Tapi, langsung dijawab, “Tidak ada pikiranku untuk mengikuti salah satu pihak, saya lebih condong untuk menempa kedua-duanya kembali menjadi satu. Dua partai adalah bertentangan dengan keyakinanku untuk persatuan. Perpecahan ini hanya menguntungkan pihak lawan,” kata Bung Karno.
Sukarno bertemu Hatta di Rumah Gatot, rekannya setelah bebas dari penjara. “Baiklah saudara-saudara, sekarang apa sesungguhnya yang menjadi perbedaan pokok kita,” kata Bung Karno kepada Hatta.
“Dengan cara Bung Karno, partai tidak akan bisa stabil,” kata Hatta.