Perbedaan untuk Kebenaran "Yes", Perbedaan untuk Mencela "No"
Yusuf Qaradlawy sudah berkhidmad dengan istqomah dalam keilmuannya. Setumpuk karyanya yang sudah dibukukan menjadi khazanah keilmuan dalam dunia Islam abad ini.
Kajian ijtihad Syaikh Qaradlawy yang tersebar luas di hamparan bumi, banyak yang sejalan dan tidak sedikit yang kontra.
Perbedaan dalam menelaah sesuatu perkara satu sama lain, sesungguhnya tidaklah melupakan persatuan dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.
“... Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (QS. An-Nisaa’: 59).
Dalam tafsir Ibnu Katsir, Mujahid dan banyak ulama salaf lainnya mengatakan, kembali disini kembali kepada Kitabullah dan Sunnah asul-Nya. Ini merupakan perintah dari Allah azzawajalla bahwa segala yang diperselisihkan oleh manusia, baik tentang ushuluddin (pokok-pokok agama) maupun furu' (cabang-cabangnya) wajib dikembalikan kepada Al-Quran dan Hadist Nabi (SAW).
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah,” (QS. Asy-Syuura: 10).
Apa yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah disaksikan kebenarannya maka itulah kebenaran. Dan tidak ada yang lain setelah munculnya kebenaran selain kesesatan. Solusi perbedaan, perselisihan, dan pertengkaran yakni kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW.
Ketika seorang ulama (faqih) berijtihad terhadap sesuatu dalam rangka mencari kebenaran bukan pembenaran, kalaulah ia salah sudah mendapatkan satu pahala (karena ia telah berupaya mengkaji keilmuannya), tapi bila akhirnya ia benar ia telah mendapatkan dua pahala.