Perbedaan untuk Kebenaran "Yes", Perbedaan untuk Mencela "No"
Sebagai ulama, semakin penuh isi gentong (ilmu) dengan air, suaranya semakin tertahan agar tidak keluar “nyaring” kata-kata atau kalimat-kalimat yang menimbulkan mudhorat. Sebaliknya, sebagai penuntut ilmu, sebaiknya jangalah seperti PLN Token, ketika pulsa (ilmu) kering suaranya nyaring ke sini kesana. Seakan mengklaim, saya lebih baik dari dia (kata Iblis, Ana khoirun Minhu, QS. Al-A’raaf: 12).
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin bersaudara, karena itu damaikanlah antar kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu medapatkan rahmat,” (QS. Al-Hujuraat: 10).
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh menzholimi dan membiarkannya (dizhalimi),” (HR. Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Tatkala perbedaan dan perselisihan pendapat untuk mencari kebenaran dan kebaikan, sangat tidaklah tercela. Namun perilaku tercela ketika perbedaan atau persengketaan untuk saling menjatuhkan satu sama lain, dengan cara mentahdzir orangnya. Atau sifat dari iblis; aku lebih baik darimu. Sifat ini yang harus dijauhkan dari umat ini.
Allah SWT berfirman, “Hai orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan)....” (QS. Al-Hujuraat: 11).
Allah SWT melarang mengolok-olok orang lain seperti mencela dan menghinakan mereka. Bila ini terjadi, seperti sabda Nabi Muhammad SAW, “Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia (dan riwayat lain meremehkan manusia),” (HR. Muslim)
Semoga kita semua dijauhkan dari sifat mencela, mengolok-olok sesama kaum muslimin dalam berbagai hal untuk mencari kepuasan diri dan kelompok sendiri dibandingkan dengan orang di luar diri dan lingkungan kita. Allahua’lam bishawab.