Negara Ethiopia, Tak Seburuk yang Dibayangkan Orang
Ethiopia telah berubah, tak seburuk pikiran kita...
Negeri ini telah menyongsong harapan baru. Pembangunan fisik menjulang, ekonomi meningkat, kesejahteraan penduduk lebih baik. (Meski masih ada pengungsi, itu bagian kecil dari konflik di perbatasan Ethiopia).
Negeri ini – meski kering kerontang, tak ada sungai mengalir, bergiat dalam sektor pertanian berteknologi transformasi, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kopi, kacang, gandum, jagung, dan lain-lain. Produknya dimanfaatkan dalam negeri, dan diekspor untuk pendapatan negara yang penduduknya terbesar kedua di Afrika.
Kepemimpinan Abiy Ahmed Ali (47 tahun), sebagai Perdana Menteri Ethiopia saat terpilih tahun 2018, telah merubah paradigma lama menuju pembaruan. Ia mendapatkan nobel perdamaian, karena mampu mendamaikan penduduk benua Afrika. Latar belakangnya lengkap, akademisi, tentara, dan juga politisi.
Al Busyra Basnur, Dubes RI untuk Ethiopia, Djibouti dan Uni Africa memberikan testimoninya di media sosial. Busyra menuturkan, banyak yang salah sangka dan duga terhadap negara Ethiopia sekarang ini. Stigma negara miskin yang dilanda kelaparan masih menggema saat ini. “Tidak benar adanya. Ethiopia kini sudah maju,” katannya (rm.id, Rabu, 27/5/2020).
Ia mengatakan, Ethiopia pada tahun 1984-1985 mengalami kejatuhan karena kelaparan. Penyebabnya musim kemarau panjang. Negara ini bangkit berkat kekuatan sendiri dan bantuan kolega internasional. Juga bantuan diaspora Ethipoia yang ada di luar negeri. Hasilnya, dari 2008 hingga 2017, pertumbuhan ekonominya mencapai 10 persen.