Belajar Sedekah dari Perang Tabuk
SumatraLink.id (REPUBLIKA NETWORK) -- Saat itu musim panas terik, kondisi umat sedang paceklik. Pohon kurma belum musim panen. Kerajaan Bizamtium Romawi sudah bersiap 40.000 pasukan untuk berperang. Nabi Muhammad Sholallahu’alaihi wassalam (SAW) memerintahkan para sahabat dan kaum muslimin untuk bersedekah membiayai para mujahid menghadapi musuh Allah Subhanahu wata’ala (SWT).
Perang Tabuk, namanya. Terjadi pada bulan Rajab Tahun 9 Hijriah (sekira September-Oktober 630 Masehi) sebulan lagi menjelang bulan Ramadhan. Tabuk adalah daerah di wilayah Syam, yang jaraknya 500 kilometer lebih dari Kota Madinah. Perang ini sangat jauh lokasinya, sehingga perlu persiapan fisik dan bekal yang matang, agar tidak kelelahan dan kalah sebelum berperang.
Dalam Buku Manhaj Haraki karya Syaikh Munir Mahammad al-Ghadban (terjemahan jilid 2/1984), jarang sekali Rasul SAW menyatakan terus terang kehendaknya untuk berangkat perang, kecuali dengan sindiran saja. Bahkan, sering kali tidak memberi tahu tujuan yang sebenarnya kecuali pada waktu hendak berangkat ke medan Perang Tabuk ini.
“Kali ini, beliau bahkan menerangkannya kepada kaum muslimin karena jauhnya jarak yang hendak ditempuh, cuaca yang tidak ramah, dan banyaknya jumlah musuh yang hendak dihadapi. Tujuannya agar kaum muslimin bersiap-siap selengkap-lengkapnya sebelum berangkat,” tulis Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban dalam bukunya halaman 439.
Rasul SAW terang-terangan memerintahkan para sahabat dan orang kaya untuk memberi nafkah dan membantu kendaraan di jalan Allah untuk mujahid dengan niat mendapatkan ridho Allah SWT. Bahkan, dalam Perang Tabuk ini, Rasul SAW bersabda, “Sesungguhnya, yang paling aku sayangkan dari keluargaku, kalau sampai ada yang tidak ikut dalam perjalananku ini, ialah kaum Muhajirin, kaum Anshar, kabilah Ghifar, dan kabilah Aslam.”
Baca juga: Puasa Dapat Mengikis Sifat Kikir Manusia
Sampai ada kaum fakir dari kaum Anshar menghadap Rasul SAW menyatakan, mereka tidak memiliki harta untuk bersedekah pada Perang Tabuk. “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk mengangkut kalian.” Lalu mereka kembali, sedang air mata mereka bercucuran karena merasa sedih tidak memeroleh apa yang akan mereka nafkahkan (sedekahkan),” (QS. At-Taubah: 92).