Home > Historia

Watertoren, Landmark Kota Palembang Sejak Zaman Kolonial

Ada wacana Kantor Wali Kota Palembang pindah, dan watertoren diserahkan ke pihak ketiga?
Watertoren, sekarang jadi Kantor Wali Kota Palembang. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland)
Watertoren, sekarang jadi Kantor Wali Kota Palembang. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland)

SumatraLink.id, Palembang -- Masih berdiri kokoh dan asri. Watertoren, bangunan Menara Air bertingkat bekas penampungan air bersih zaman kolonial Belanda ini sekarang menjadi Kantor Wali Kota Palembang. Bangunan ini pada masanya, justru tidak memberikan kemanfaatan luas penduduk Kota Palembang. Tapi, ada rencana ke depan akan diserahkan pihak ketiga?

Watertoren dibangun satu abad lalu, sekira kisaran tahun 1926-1929 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan perancang S.Snuijf. Tinggi bangunan mencapai 35 meter, dengan kapasitas menampung air bersih yang disaring dari air Sungai Musi mencapai 1.200 meter kubik.

Kantor Leideng, warga Kota Palembang menyebutnya. Menara air milik Belanda ini hanya kalangan terbatas yang dapat menikmati air bersih. Diantaranya, pemukiman elite di kawasan Talang Semut, yang penghuninya juga para kolonial.

Ida Liana Tanjung, dalam bukunya Palembang dan Plaju, Modernitas dan Dekolonisasi (2019) menyebutkan, salah satu simbol modernitas kolonial yang paling mencolok dan menjadi landmark Kota Palembang pada masa kolonial adalah Watertoren sebagai sumber air bersih Kota Palembang.

“Pembangunan Menara Air, sebenarnya lebih disebabkan oleh adanya anggapan kolonial, bahwa air yang berasal dari sungai tidak cukup layak untuk mereka konsumsi. Kesadaran orang Eropa akan pentingnya kesehatan membuat mereka harus memerhatikan kebersihan setiap teguk air yang diminumnya,” tulis Ida Liana Tanjung, doktor sejarah dari UGM.

× Image