Mengharap Hidayah Bukan Menunggu Hidayah
Tugas dan kewenangan Nabi Muhammad Sholallahu’alaihi wassalam (SAW), juga orang-orang yang menjadi pewaris para Nabi SAW hanyalah menjelaskan dan menyampaikan. Mereka tidak akan mampu membuat atau memaksa seseorang mengikuiti apa yang mereka dakwahkan, jika orang tersebut lebih memilih jalan kesesatan dan tidak diberi hidayah taufik oleh Allah.
Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau takkan bisa memberikan hidayah (taufiq) kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah memberikan hidayah kepada siapa pun yang Dia kehendaki, dan Dia Maha Mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk,“ (QS. Al-Qashash: 56).
Petunjuk di akhirat yang menuntun manusia menuju Jannah. Rasulullah bersabda, “Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, salah seorang dari mereka lebih tahu arah menuju rumah-Nya di Jannah daripada arah menuju rumahnya di dunia.“
Syaikh Abdurahman bin Abdullah as Sahim, dalam risalahnya menjelaskan, ada beberapa hal yang bisa mendatangkan hidayah. Pertama, adalah bertauhid dan menjauhi syirik. Kedua, menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ketiga, inabah, bertaubat dan kembali kepada Allah. Keempat, i’tisham, berpegang teguh kepada kitabullah. Kelima, berdoa dan berusaha keras mencarinya. Keenam, memperbanyak dzikir.
Selain sebab-sebab yang bisa mendatangkan hidayah, ada juga beberapa hal yang akan menghalangi masuknya cahaya hidayah ke dalam hati, diantaranya minimnya pengetahuan dan penghargaan atas nikmat hidayah.
Ada sekian banyak manusia yang tergiur dengan dunia dan menjadikannya satu-satunya hal yang paling diharapkannya. Sukses dimatanyanya adalah capaian harta dan kedudukan di mata manusia. Kesuksesan yang bersifat ukhrowi dinomorduakan, dan berfikir bahwa hal seperti itu bisa dicari lagi dilain kesempatan.
Meski sudah mendapatkan lingkungan yang baik, kesempatan belajar agama yang benar, rezeki yang halal meski sedikit, ia tidak segan meninggalkannya demi meraih dunianya. Itu karena rendahnya penghargaan atas hidayah Allah berupa teman yang shalih, dan ilmu agama yang telah diberikan kepadanya.
Allah SWT berfirman, “Mereka hanya mengetahui yang tampak dari kehidupan dunia sedang tentang (kehidupan) akhirat mereka lalai. (QS. Ar Rum 7). (Mursalin Yasland)