Kisah Pelik Dibalik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
SumatraLink.id – Pada 15 Agustus 1945, Sekutu menyatakan Jepang menyerah tanpa syarat, perang pun dihentikan pascaserangan bom atom Hiroshima pada 10 hari sebelumnya. Kesempatan terbaik ini tidak disia-siakan pemuda yang rata-rata mahasiswa yang berada di Asrama Parapatan 10, Jakarta.
Dua perwakilan dari Asrama Parapatan 10 yakni Koesnadi Hadibroto dan Aboe Bakar Loebis mendatangi rumah Syahrir. Ternyata di rumah Syahrir telah berkumpul para pemuda yakni MH Lukman, Maruto Nitimihardjo, Etty Abdurrachman (Pemuda Pemudi Indonesia) dan lainnya.
Sebelumnya 15 Agustus 1945, Syahrir telah mendesak Ir Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan RI secepatnya atas nama bangsa Indonesia, tanpa melibatkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang disebut buatan Jepang, agar jangan dicap kemerdekaan Indonesia hadiah dari Jepang.
Usulan Syahrir agar proklamasi kemerdekaan segera dicepatkan ini disetujui Moh Hatta. Tapi Hatta tidak sependapat proklamasi kemerdekaan tanpa melalui PPKI. Keduanya mendatangi rumah Soekarno untuk menyatakan agar segera proklamasi dan menyatakan setuju tanpa atau melalui PPKI. Soekarno setuju dengan Moh Hatta harus melalui PPKI dengan alasan belum tentu Jepang menyerah sepenuhnya kepada Sekutu.
Berita kekalahan Jepang terhadap Sekutu sampai di Asrama Parapatan 10. Asrama Parapatan 10 bagian dari Barisan Pelopor (Suishintai) yang terdiri dari berbagai lapisan pemuda. Padahal, ide Barisan Pelopor oleh Jepang ini agar jangan ada pembauran lapisan pemuda di masyarakat. Sehingga Barisan Pelopor berimbas pada kesadaran pemuda secara nasional.
Dari barisan itu terbentuk Parapatan 10 dan Barisan Pelopor Istimewa, dan Menteng 31. Tempat kumpul kegiatan pemuda yakni Asrama Parapatan 10, Menteng 31, dan Asrama Baperpi di Cikini 71. Kegiatan pemuda di tiga tempat tersebut dipimpin Sutan Syahrir yang diperkuat lagi Partai Pendidikan Nasional Indonesia pimpinan Moh Hatta dan Syahrir sendiri.
Syahrir pada waktu itu tidak pernah memberikan perintah atau instruksi dalam gerakan-gerakan pemuda kala itu, tapi ia selalu memberikan gambaran situasi realistis perpolitikan saat itu dan menjelaskan tujuan yang akan dicapai dan mencari jalan agar tujuan tersebut tercapai.
“Syahrir adalah sumber inspirasi, dan sumber berita mengenai keadaan dalam dan luar negeri. Yang paling penting, ia adalah pemimpin dan guru yang mengajar saya untuk berpikir, untuk mencintai tanah air dan mencintai rakyat,” kata Aboe Bakar Loebis dalam bukunya “Kilas Balik Revolusi (kenangan, pelaku, dan saksi), 1992.