Home > Historia

Sepotong Malam Menjelang Subuh Gerakan 30 September

Hanya sebagian kecil warga Jakarta yang mendengarkan siaran berita RRI yang mengetahui kejadian memilukan malam penculikan tujuh perwira AD.

Isu Dewan Jenderal ini, menurut Buku Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (1994), dalam rangka mendeskreditkan TNI-AD, PKI melancarkan isu Dewan Jenderal diciptakan Biro Khusus PKI sebagai bahan perang urat syaraf untuk membuat citra buruk terhadap pimpinan TNI-AD di masyarakat.

Isu Dewan Jenderal sengaja dihembuskan agar sampai kepada Presiden Soekarno. “Isu Dewan Jenderal disebarluaskan melalui anggota-anggota PKI yang aktif bekerja dalam berbagai lingkungan,” tulis buku Penerbit Sekretariat Negara.

Isu ini juga disebarkan interen PKI sebagai materi situasi politik bagi anggota-anggota PKI sendiri dengan tujuan menanamkan kebencian dan sikap permusuhan terhadap TNI-AD.

Bahkan, DN Aidit, ketua CC PKI dalam berbagai diskusi dan rapat-rapat Politbiro selalu menggambarkan dan menegaskan bahwa ia percaya “Dewan Jenderal” tersebut benar-benar ada dan meruakan kelompok Jenderal TNI-AD yang menjadi musuh PKI.

Pada Jumat pagi hari itu, seluruh kawasan Jl Merdeka Selatan, Merdeka Barat, dan Merdeka Utara, juga Jl Veteran telah dijaga ketat. Pusat Telekomunikasi dan Studio RRI telah dikuasai mereka yang menamakan dirinya Gerakan 30 September.

Dalam keadaan yang serba kacau itu, Mayjen Soeharto mengambil alih pimpinan sementara AD, selaku perwira AD senior. Setelah mempelajari situasi, ia mengambil tindakan dan menghubungi paskukan-pasukan yang memihak kepada golongan kontra revolusi dibawah pimpinan Letkol Untung, komandan Batalion I KK Tjakrabirawa.

Pasukan RPKAD tiba dengan memakai tanda putih dan mereka memakai tanda hijau sehingga jelas perbedaan pasukan dibawah komando Mayjen Soeharto dan Gerakan 30 September, Pasukan RPKAD langsung mengambil tindakan-tindakan dengan mengamankan Pusat Telokomunikasi dan Studio RRI pada jam 20.45.

Siaran RRI dikuasi, dan telah mengumumkan berita tentang terjadi Gerakan 30 September, dan gerakan tersebut telah mengundurkan diri semuanya. Sepintas keadaan telah dikuasai, tetapi Pangkalan Halim Perdanakusuma yang telah dibuat basis mereka dibawah AURI telah melahirkan banyak sekali senjata (lebih dari 3.000 pucuk). Senjata tersebut diberikan kepada Pemuda Rakyat, SBPU/SOBSI. Maka pengejaran diteruskan dengan tujuan mencari tujuh perwira AD yang diculik mereka.

Saat itu, pasukan RPKAD dan pasukan Gerakan 30 September ini belum mengetahui keberadaan Presiden Soekarno. Pasukan menjaga Istana Presiden untuk menjaga Bung Karno dengan alasan presiden dalam keadaan bahaya.

Penelusuran enam perwira tinggi AD dan perwira pertama yang diculik mereka terus dilakukan. Diketahui, tiga diantaranya meninggal dunia akibat ditembak dan dianiaya, sedangkan empat orang lagi masih hidup.

Mereka membawa perwira tersebut ke arah Cililitan, hal ini berdasarkan salah seorang anggota polisi yang turut disergap tidak jadi dibunuh dan lolos dari cengkraman Gerakan 30 September. Ia melaporkan ke AD dan menunjukkan para perwira tersebut dibawa ke kawasan Lubang Buaya yang masuk kawasan Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah.

Setelah menguasai kawasan Lubang Buaya dan Halim Perdanakusumah, pasukan ini juga melakukan operasi pembersihan di daerah Jakarta Raya untuk mencari senjata yang dibagian kepada Pemuda Rakyat, SBPU dan SOBSI. Dan hasilnya, banyak sekali yang disita dan menyerahkan diri. (Mursalin Yasland)

× Image