Home > Historia

Mengenang Tsunami Selat Sunda, Warga Terkurung di Gunung Tiga Malam

Setelah kedatangan kapal dan memberikan bantuan pangan, warga mulai berani kembali ke rumah-rumahnya yang sudah rusak dan berlumpur tersapu tsunami.

Di jalan pemukiman penduduk warga sudah hilir mudik tak beraturan. Kondisi jalan sudah terendam air laut. Tidak ada penerangan sama sekali. Warga yang membawa senter menjadi arah tempat pengungsian. Sesama warga saling memberitahu agar mengungsi ke lereng Gunung Sebesi, karena banjir akan melanda.

Ada sebagian warga yang panik untuk mengungsi ke gunung, terpaksa mendobrak warung warga untuk membawa bekal ke pengungsian. Lereng gunung yang dituju merupakan ladang dan kebun warga sendiri. Warga berduyun-duyun naik gunung yang tinggi dan berliku.

Malam itu hingga waktu Subuh, warga tak berani lagi turun ke desanya untuk melihat kondisi sebenarnya. Desa di Pulau Sebesi sudah sepi senyap tak berpenghuni lagi. Sebagian besar warga berada di gunung. Dengan kondisi seadanya, warga memanfaatkan hasil kebun untuk kebutuhan makan terutama anak-anaknya.

Untuk mencapai tempat pengungsian di gunung itu, saya sempat mengunjungi bersama beberapa warga naik motor. Lokasinya memang tinggi dan aman dari hantaman banjir dan gelombang laut. Namun untuk mencapai lokasi tersebut dengan berjalan kaki apalagi anak-anak dan lansia sangat penuh perjuangan. Jalannya setapak dan berliku untuk menghindari daerah terjal.

Keesokanharinya, warga belum berani turun dan tinggal di rumah-rumahnya yang sudah rusak dan berantakan. Selain jauh jaraknya harus turun dan naik gunung lagi, juga khawatir gelombang pasang masih terjadi. Mereka terkurung selama tiga malam di gunung tanpa ada bekal makan dan minum sama sekali. Sudah tiga hari, tidak orang yang masuk ke Pulau Sebesi untuk memberikan bantuan.

Memang, pascabencana tsunami, satu-dua hari, gelombang laut masih tinggi karena angin kencang. Kedatangan satu kapal di pesisir Pulau Sebesi pada hari keempat membuat warga mulai senang. Sejumlah bantuan sandang pangan mulai berdatangan ke penduduk pulau yang sudah terkurung sejak mengungsi ke gunung malam itu.

Warga juga telah mendapatkan informasi resmi kejadian bencana tersebut adalah gelombang tsunami dari reruntuhan GAK. Kedatangan bala bantuan dari aparat itu, membuat sebagian kecil warga mulai berani untuk kembali ke rumah-rumahnya yang telah tersapu air laut bercampur lumpur tebal. Sebagian besar lagi ada warga yang diungsikan ke luar pulau, terutama anak-anak, ibu-ibu, dan lansia. (Mursalin Yasland)

× Image