Home > Kabar

Penggarap Lahan "Tidur" Kotabaru Lampung Keluhkan Uang Sewa Rp 3 Juta Per Ha

Petani sudah menggelar aksi ke DPRD Lampung sejak tahun 2022 sampai 2024 dengan tuntutan agar sewa lahan ditiadakan.

Penggarap juga menanam singkong di sekitar eks Rumah Adat Lampung di Kotabaru. (Foto: Mursalin Yasland)
Penggarap juga menanam singkong di sekitar eks Rumah Adat Lampung di Kotabaru. (Foto: Mursalin Yasland)

Menurut Ahmad,kawasan Kota Baru ini seperti kota mati setelah ditinggal Gubernur Sjachroedin ZP. Dua gubernur penggantinya M Ridho Ficardo dan Arinal Djunaidi selama 10 tahun terakhir terbengkalai, tidak dilanjutkan lagi proyek Kotabaru.

Padahal, program tersebut telah termaktub pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung, dan Perda Nomor 3 tahun 2013 tentang Pembangunan Kota Baru.

Luas lahan Kota Baru Lampung 1.669 ha, terdiri dari 350 ha untuk pusat pemerintahan dan 1.319 ha untuk lahan komersial. Pembukaan jalan menuju kawasan sepanjang 3,5 KM terbentang dengan alokasi anggaran land clearing Rp 18,9 miliar. Saat ini, kondisi jalan beberapa titik rusak berat dan pernah dikunjungi Presiden Jokowi pada 5 Mei 2023.

Sejumlah petani penggarap lahan terbengkalai kawasan perkantoran Pemprov Lampung di Kota Baru, Kabupaten Lampung Selatan, pernah mendatangi DPRD Lampung lagi pada Rabu (10/1/2024). Mereka menolak adanya sewa lahan yang pernah digarap sebelumnya oleh petani.

Kedatangan para petani penggarap lahan kota baru meminta DPRD Lampung meniadakan sewa lahan kepada petani yang berkisar Rp 300.000 per meter atau Rp 3 juta per ha. Penetapan sewa lahan kepada petani penggarap tersebut berdasarkan SK Gubernur Lampung Nomor G/293/VI.02/HK/2022 tentang Penetapan Sewa Tanah Kota Baru yang Belum Dipergunakan untuk Kepentingan Pembangunan Provinsi Lampung.

“Kami datang lagi ke sini (DPRD Lampung), karena tidak ada solusinya. Padahal, pembangunan Kota Baru saat ini terhenti total, tapi kami menggarap diambil sewa lahan,” kata Yono, perwakilan petani penggarap lahan Kota Baru Lampung.

Menurut dia, aksi petani penggarap sudah dilakukan sejak tahun 2022 sampai tahun 2024 ini, yang tuntutannya agar sewa ditiadakan, namun tidak ada realisasi dari Pemprov dan DPRD Lampung.

Dia mengatakan, petani sekitar lahan diizinkan menggarap lahan di sekitar pembangunan komplek Perkantoran Pemprov Lampung yang sudah mangkrak pada tahun 2014. Petani menanam palawija, seperti singkong, cabai, dan lainnya. Setelah berjalan, lanjut dia, petani diambil sewa, padahal pembangunan gedung kantor mangkrak.

Petani penggarap lainnya, menolak sewa lahan Kota Baru sebesar Rp 300.000 per meter atau Rp 3 juta per ha. Bahkan, petani yang tidak membayar sewa lahan diancam dan diintimidasi agar membayar sewa oleh satgas yang dibentuk di sekitar lahan tersebut.

× Image