Puasa Syawal 'Lebih Berat' dari Ramadhan, tapi Pahalanya Luar Biasa
Mengapa puasa syawal dikatakan ‘lebih berat’ melaksanakannya? Berpuasa saat bulan Ramadhan, selain pahalanya diganjar Allah SWT berlipat ganda tidak terbatas (unlimited), namun dilaksanakan semua umat beriman di dunia ini kecuali yang udzur syar’i (berhalangan).
Bila puasa dikerjakan berjamaah, tentu ‘lebih mudah’ atau ‘lebih ringan’, karena tantangan dan cobaannya pada lingkungan kehidupan sehari-hari lebih sedikit. Sesama orang yang berpuasa, tentu memiliki rasa tenggang rasa, rasa malu makan dan minum dan berbuat maksiat secara terbuka.
Baca juga: Mengulik Kisah Haru Ibu dan Anaknya Isa Putra Maryam
Selain itu, pada bulan Ramadhan, setan dan iblis dibelenggu, artinya kemungkinan berbuat maksiat atas dorongan makhluk laknatullah tersebut sudah hilang, kecuali hawa nafsu manusia yang mendorongnya untuk berbuat dosa dan terlarang selama Ramadhan.
Puasa Ramadhan ‘lebih ringan’, faktanya banyak orang yang di luar Ramadhan berbuat seenaknya diluar tuntunan agama menjadi atau mendadak agamis. Masjid penuh dengan shalat berjamaah siang dan malam, tilawah Alquran siang dan malam, tidak makan dan minum sembarangan di luar rumah, para pedagang juga malu-malu membuka terang-terangan restoran atau rumah makannya.
Sedangkan berpuasa pada bulan Syawal, meski hanya enam hari terasa ‘lebih berat’ tantangannya. Tidak semua umat muslim berpuasa syawal setelah Ramadhan. Aktivitas orang seperti sekolah dan kerja, kembali normal setelah Ramadhan. Pedagang makanan/minuman atau restoran yang menyajikan menu menggiurkan lidah.
Setan dan iblis tidak dibelenggu lagi, kemaksiatan di lingkungan sekitar kita kembali terkuak dan terpajang lebar di depan mata. Semua dapat makan dan minum dan berbuat tidak wajar di mana dan kapan pun saja. Masjid dan mushala kembali sepi, sangat sedikit sekali yang men-dawam-kan bacaan Alquran di masjid atau di rumah.
Baca juga: Kemuliaan Seseorang Tak Sebatas Penampilan Semata
Aktivitas ibadah malam di masjid atau mushala hanya sebatas shalat wajib. Tidak ada lagi tilawah atau tadarus Alquran malam hari, atau itikab di pengujung Ramadhan. Belum lagi, hilangnya aktivitas sahur yang marak dalam lingkungan keluarga atau kelompok komunitas di luaran.
Aktivitas dunia pada siang hari, baik di tempat belajar atau tempat kerja, dan perdagangan, justru perbuatan melanggar syariat lebih kuat godaannya dibandingkan bulan Ramadhan yang justru dapat menahan diri dari perbuatan melanggar syariat. Masih banyak lagi tantangan dan ujian dalam melaksanakan ibadah puasa syawal enam hari.
Bila kita dapat melanggenggkan puasa syawal enam hari setelah berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan, dengan tantangan dan cobaan dunia luar biasa seperti itu, dapat dikategorikan orang yang beruntung. Sebab, tidak banyak yang seusai puasa Ramadhan dapat melanjutkan lagi dengan puasa syawal. Semoga kita semua dapat melaksanakannya dengan keikhlasan. (Mursalin Yasland)