Home > Ulasan

Menakjubkan, Berhaji dan Berkurban Tak Pernah Surut

Semakin meningkatnya jumlah hewan kurban, maka setidaknya perlu pemerataan penyebaran hewan atau daging kurban ke berbagai tempat yang lebih membutuhkan.
Jumlah sapi dan kambing kurban di berbagai masjid dan mushola selalu meningkat. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland)
Jumlah sapi dan kambing kurban di berbagai masjid dan mushola selalu meningkat. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland)

SumatraLink.id -- Oleh Mursalin Yasland (Jurnalis)

Bulan Dzulhijjah dikenal dengan bulan berhaji dan berkurban. Kedua ibadah tersebut memerlukan kemampuan fisik dan finansial. Fenomena menakjubkan selalu terjadi peningkatan orang yang berangkat haji atau yang berkurban pada bulan tersebut setiap tahun.

Bagi yang tidak menjalankan ibadah haji, disunnahkan bagi yang mampu untuk berkurban; sapi atau kambing atau domba. Sedangkan bagi yang berkemampuan fisik dan finansial tanpa ada halangan syar’i melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci.

Ganjaran orang berhaji, seperti sabda Nabi Muhammad Rosulullah Sholallahu’alaihi wassalam (SAW), “Tidak ada balasan bagi haji yang mabrur selain surga,” (HR. Bukhori II/629).

Nabi SAW bersabda, “Barang siapa berhaji karena Allah, lalu tidak berbuat keji dan maksiat, maka ia pulang dalam keadaan seperti baru dilahirkan oleh ibunya,” (HR. Bukhori II/553, Muslim II/983).

Kata haji terdiri dari dua huruf ha dan jim. Ha dari hilmun (kemurahan Allah) dan jim dari jurmun (kejahatan dan dosa hamba). Jadi, siapa yang mengerjakan ibadah haji ke Baitullah berarti ia telah meleburkan dosanya yang kecil ke dalam agungnya kemurahan Allah Subhanahuwata’ala (SWT).

Baca juga: Bak Setetes Air Jatuh di Samudra, Maka Berkurbanlah

Betapa indahnya ibadah yang satu ini. Semoga kita semua mendapat giliran Allah SWT memanggil kita secepatnya ke Tanah Suci baik haji maupun umroh, amiin.

Pantaslah, jika umat Islam berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk dapat berhaji meski masuk waiting list puluhan tahun mendatang. Bahkan, ada yang ikhlas menyetorkan tunai Rp 25 juta hanya untuk menantikan 10 sampai 30 tahun lebih baru bisa berangkat memenuhi panggilan Allah SWT. Semua itu karena didasari niat yang tulus dan ikhlas karena Allah SWT.

Akan tetapi, masih banyak yang mampu melaksanakan ritual berhaji namun tidak mampu beribadah sepulang berhaji. Sebulan lebih diterpa ketika berada di Tanah Suci dengan berbagai amalan ibadah baik di Madinah maupun Makkah. Namun, ketika pulang haji dan berada di kampungnya, justru untuk shalat wajib lima waktu berjamaah di masjid bagi laki-laki masih terlalaikan, bahkan bagi perempuan di rumah untuk shalat lima waktu tepat waktu juga sangat disepelekan.

Baca juga: Nabi Muhammad SAW Sultan Sejati, Berkurban 100 Unta

Keutamaan shalat khususnya wajib, menjadi penentu dalam hisab kita setelah meninggal dunia pada hari kiamat. Karena yang ditanya lebih dulu shalatnya, baru amalan lainnya. Kalau shalatnya baik, maka amalan lainnya ikut baik. Bahkan, perkara shalat tidak main-main dan harus dilaksanakan meski dalam keadaan sakit atau kekurangan fisik.

Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi,” (HR. Abu Daud. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Masyobih No. 1330).

× Image