Home > Risalah

Rezeki Itu Sudah Tertakar, Tak Akan Pernah Tertukar

Banyak orang tertipu soal rezeki, padahal rezeki sudah ditentukan Allah SWT, sebagaimana perkara maut, jodoh, dan musibah.

Sebaliknya, jika Allah menyempitkan rezeki, ia merasa bahwa Allah menghinakannya. Sebenarnya tidaklah sebagaimana yang ia sangka. Tidaklah seperti itu sama sekali. Allah memberi rezeki itu bisa jadi pada orang yang Dia cintai atau pada yang tidak Dia cintai. Begitu pula Allah menyempitkan rezeki pada pada orang yang Dia cintai atau pun tidak.

Allah SWT memberikan rezeki kepada semua manusia baik muslim maupun kafir. Terkadang rezeki yang diberikan ada yang berupa ujian atau nikmat. Tapi dua-duanya berupa ujian. Artinya, saat seseorang diberikan kelapangan dan kesempitan rezeki, hal tersebut dapat dilihat dari ketaatannya kepada Allah SWT. Bila ia beriman kepada Allah, maka ketika diberikan nikmat kelapangan rezeki (berkecukupan) ia bersyukur, dan bila diberikan kesempitan rezeki (kekurangan) ia bersabar, tidak mengeluh.

Tepatlah kiranya Alquran Surah Al-Fajr 15-16 disematkan kepada orang kafir atau tidak beriman. Kalau orang beriman bila rezekinya lapang ia bersyukur dan bila rezekinya sempit ia bersabar. Bahwa kedua kondisi tersebut sama-sama mendapatkan ujian dari Allah bila rezeki yang diberikan-Nya kita tidak dapat mengolahnya di jalan agama.

Baca juga: Dua Nikmat yang Manusia Lalai, Apa Itu?

Al-Qurthubi mengatakan, sesungguhnya kemuliaan yang dianggap orang kafir adalah dilihat pada banyak atau sedikitnya harta. Sedangkan orang mukmin, kemuliaan menurutnya adalah dilihat pada ketaatan pada Allah dan bagaimana ia menggunakan segala nikmat untuk tujuan akhirat. Jika Allah memberi rezeki baginya di dunia, ia pun memuji Allah dan bersyukur pada-Nya.

Jadi, tepatlah bila kita tidak perlu pusing atau risau bila rezeki kita pas-pasan atau berlebih (cukup). Semuanya menjadi ujian bagi kita, terkait dengan ketaatan kita kepada Allah yang memberikan rezeki. Apakah kita termasuk orang yang bersyukur dan bersabar, atau kita masuk orang yang kufur, dan mengeluh.

Kalaulah hal tersebut tertanam di benak kita, maka tidak ada sifat iri dan dengki dengan rezeki atau harta orang lain. Bukankah semua itu, dilapangkan atau disempitkan rezeki menjadi ujian bagi yang mengalaminya. Harta tersebut, diperoleh dengan cara ada, dan digunakan atau dibelanjakan kemana. Dua hal tersebut yang akan ditanya setelah kita meninggal dunia, sebagai pertanggungjawaban kita dihadapan Allah SWT. (Mursalin Yasland)

× Image