Home > Risalah

Bak Setetes Air Jatuh di Samudra, Maka Berkurbanlah

Berkurban tak memandang kaya atau miskin, tapi mau atau tidak persoalannya. Bila tak mampu karena mahal, masih banyak jalan menuju kebaikan.

Kalaulah dilihat dari gambaran videonya itu, rumah nenek tersebut berlantai tanah, peralatan masak seadanya jauh dari kehidupan kita yang serba moderen, dinding dan atap rumahnya sudah tak layak lagi. Masihkah teladan itu membuat hati kita tidak tergerak untuk berkurban karena Allah.

Tentu sebagian besar kita tak sama dengan kehidupan nenek tadi. Pekerjaan kita terhormat, rezeki kita terus mengalir, anggota keluarga sehat, dan juga terhormat dan terpandang di kehidupan sosial, juga yang terpenting masih diberikan umur untuk mengarungi hidup ini.

Baca juga: Begitu Istimewanya, Ada Apa di Bulan Dzulhijjah?

Berkurban tak memandang seorang itu kaya atau miskin, tapi mau atau tidak persoalannya. Bila tak mampu berkurban di masjid/musholla karena mahal, masih banyak jalan menuju kebaikan. Ada peternak sekaligus penjual kambing yang menyediakan penyembelihan hewan kurban di tempat dengan biaya murah dan cepat. Jauh hari sudah memesan kambingnya pastinya harga murah dan akan disembelih di tempatnya pada hari Idul Adha atau hari tasyrik.

Atau juga melalui lembaga kemanusiaan (filantropi) yang menampung kurban kita bila memiliki uang pas-pasan. Mereka memberikan harga terjangkau (flashsale) untuk hewan kurban, dan dagingnya diserahkan kepada warga di pemukiman kaum duafa, warga pedalaman, bahkan ada yang sampai ke luar negeri, di Afrika, misalnya.

Baca juga: Nabi Ibrohim AS Perintahkan Ismail Ganti Palang Pintu

Berkurban tak lain hanya satu: karena mengharap ridho Allah SWT atas wujud syukur kita kepada-Nya atas nikmatnya selama hidup. Banyak jalan agar kita dapat berkurban asalkan kita dapat meluruskan niat. Bukankah, kisah seorang muslim yang berkurban seekor lalat hanya karena Allah, dapat memasukkannya ke surga. (Mursalin Yasland)

× Image