Gubernur Sumsel Nanti, Jangan Lupakan Wisata Berbasis Sejarah
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel seharusnya lebih mengeksplorasi destinasi wisata lainnya yang lebih menggaung ke nusantara. Paling tidak, destinasi wisata berbasis sejarah atau historia menjadi potensi dan peluang besar dan terbuka bagi Sumsel untuk dikunjungi wisatawan lokal dan manca negara. Bukankah usia kota-kota yang ada di Provinsi Sumsel sudah ada sejak zaman kolonial. Artinya, peluang untuk mengeksplorasi dan mengedukasi masyarakat akan sejarah masa lampau menjadi daya tarik yang eksklusif bagi orang di luar Sumsel.
Dari pengamantan saya, sebagai orang yang sudah bekerja di luar Sumsel lebih dari 25 tahun, kondisi destinasi wisata di Sumsel masih sangat jauh ketinggalan dibandingkan provinsi lainnya di Sumatra, terlebih di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung terus mengejar ketertinggal dari provinsi lain, utamanya di sektor pariwisata. Minat investasi sektor pariwisata di provinsi ujung selatan Pulau Sumatra tersebut selalu menjadi incaran.
Memang, secara geografis Provinsi Lampung lebih di atas Provinsi Sumsel di sektor pariwisata. Artinya, wisata alam dan lautnya menjad daya tarik tersendiri orang ingin berkunjung. Investor lebih melirik dan tertarik berinvestasi di sektor wisata laut, pantai, pulau, gunung, bukit, dan alam terbuka lainnya. Ini lebihnya di Lampung.
Tapi, di Sumsel, tak demikian. Lain ladang lain ilalang, lain lubuk lain ikannya. Peluang berinvestasi di sektor pariwisata tak hanya melulu mengandalkan kondisi alam dan panoramanya. Masih banyak peluang untuk mengeksplorasi destinasi wisata agar orang tetap tertarik berkunjung ke daerah-daerah di Sumsel. Jembatan Ampera, Sungai Musi, dan kuliner pempek dan kerabat makanan lainnya yang sudah terkenal, jadikan sebagai pintu masuk wisatawan untuk berkunjung ke daerah lainnya.
Secara historis, kota-kota dan daerah di Sumsel pernah menjadi daerah koloni Belanda. Zaman dulu, negara-negara penjajah jelas tak sembarangan menempatkan orang atau membangun basis pertahanan dan wilayah perdagangan, termasuk dermaga pelabuhan di beberapa tempat di Sumsel.
Daerah-daerah koloni tersebut, sedikit banyak masih tersisa dan diwarisi masyarakat di Sumsel. Terdapat juga perusahaan minyak dan gas, pabrik pupuk, pabrik semen, tambang batubara, kereta api, perkebunan teh dan kopi, dan lain sebagainya.
Bukan untuk mengungkap luka lama bangsa Indonesia khususnya masyarakat Sumsel atas kekuasaan hegemoni negara penjajah. Tapi, setidaknya dapat membuka cakrawala, wawasan dan literasi sejarah nasional bagi anak bangsa di era milenial dan generasi terkeni.
Destinasi wisata berbasis historis sudah selayaknya di munculkan atau direvitasliasi di Sumsel. Masih banyak potensi wisata bersejarah yang belum mengemuka, sehingga orang Sumsel sendiri banyak “kehilangan” sejarah daerahnya, dan ironisnya lebih mengenal sejarah kota wisata di luar Sumsel.