Home > Ulasan

Gubernur Sumsel Nanti, Jangan Lupakan Wisata Berbasis Sejarah

Melalui jalan tol, waktu tempuh dari Pelabuhan Bakauheni (Lampung) menuju Kota Palembang (Sumsel) kisaran 5-6 jam atau dari Kota Bandar Lampung hanya 3-4 jam.

Hari ini, program pembangunan pemprov dan pemkot/pemkab telah banyak menghilangkan monumen bernilai sejarah dan cagar budaya. Ikon sejarah lenyap, muncullah bangunan moderen berkelas internasional yang hedonis. Barangkali karena faktor egosentris daerah, silsilah keturunan (pewaris), daerah (jemo dusun) dan lainnya, sehingga batu yang telah dipahat rapi harus dikubur oleh orang setelahnya. Kepemimpinan seperti ini yang harus dihilangkan.

Kepemimpinan Gubernur Sumsel yang akan datang harus mampu mengembalikan dan merevitalisasi destinasi wisata berbasis sejarah yang masih tersisa, untuk dikembangkan dan dipromosikan menjadi kebanggaan wong kito. Sinergi pemprov dan pemkab/pemkot se-Sumsel dan juga komunitas masyarakat, untuk menyatukan misi dan persepsinya untuk mengangkat potensi wisata sejarah masih banyak belum tergarap bahkan masih banyak yang terbengkalai.

Kota Palembang sendiri yang sudah berusia ribuan tahun dan kota-kota/daerah lainnya di Sumsel, masih tersisa banyak warisan budaya dan sejarahnya. Nama Kerajaan Sriwijaya sudah mendunia, sehingga sayang bila hal tersebut tidak dieksplorasi pemprov/pemkot d Sumsel.

Semisal Pasar Sekanak dan deretan toko-toko tua pinggir Jalan Sekanak, menjadi ikon menarik sebagai destinasi wisata kota tua. Masjid Agung dan masjid jamik lainnya, Pelabuhan Boom Baru, Stasiun (kereta api) Kertapati, Lapter Talang Betutu, kampung Arab, kawasan rumah panggung di seberang ulu, Komplek Pertamina Plaju atau Sungai Gerong, Pasar Kuto dengan segala kuliner khas wong plembang, sekolah-sekolah masa lalu yang masih berdiri sampai sekarang dan telah menghasilkan pemimpin daerah dan negara ini.

Selain itu, terdapat juga kawasan bersejarah dan memiliki nilai legenda seperti Bukit Siguntang, rumah limas, Dermaga Tangga Buntung, perkampungan perajin kain songket, dan Masjid Ki Merogan.

Belum lagi di daerah-daerah seperti di Prabumulih terkenal dengan Pertaminanya. Muaraenim terdapat cagar budaya situs Bumi Ayu, Tanjungenim terdapat tambang batubara terkenal. Lubuklinggau, sebagai daerah perlintasan kaum penjajah karena terdapat rel kereta api. Kayuagung, dengan khas rumah panggung yang bersejarah dengan adat istiadat pernikahannya. Termasuk, perkebunan dan pabrik teh di Pagaralam dengan mesin-mesin masa kolonialnya, dan potensi destinasi wisata bersejarah lainnya. Dinas Pariwisata lebih tahu soal itu.

Destinasi wisata yang selama ini terbengkalai dapat direvitalisasi, seperti yang pernah dilakukan terhadap Masjid Agung Sultan Machmud Badaruddin II, kawasan Benteng Kuto Besak, Kampung Kapitan, Pasar Lorong Basah, Sungai Sekanak, Museum Sultan Machmud Badaruddin, dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

Sebagai masukan, selain merevitalisasi destinasi wisata bersejarah tersebut, termasuk wisata yang sudah berjalan, sebaiknya juga di tempat-tempat tersebut disediakan literatur atau bahan bacaan yang dapat mendukung keberadaan tempat wisata tersebut. Literasi masyarakat juga perlu diperhatikan, agar pengunjung tak sekedar pernah singgah dan berfoto, tetapi tidak mengetahui asal usul dan sejarah tempat tersebut ada.

Kolaborasi dengan kalangan blogger, komunitas media sosial, jurnalis, dan kelompok lainnya, termasuk kalangan ibu-ibu dan anak-anak, dan juga menjadi penting untuk mensosialisasikan dan mempromosikan tempat-tempat wisata bersejarah lama yang sudah direvitalisasi tersebut. Intinya, posting dan sharing di berbagai platform medsos menjadi ajang promo paling produktif saat ini. ***

× Image