Sepenggal Cerita dari Negeri Habasyah
Lagi-lagi Raja Najasyih tak menerima begitu saja. Ia tetap menerapkan prinsip tabayyun. Didatangkan lagi kaum muslimin untuk mengkonfrontasi pernyataan Amru tersebutl.
“Telah sampai kepadaku bahwa nabimu berkata tak senonoh terhadap Isa bin Maryam,” kata Raja Najasyih kepada Ja’far bin Abi Thalib.
“Ia adalah hamba Allah dan utusan-Nya, dan ia adalah kalimat yang ditiupkan kepada Maryam,” timpal Ja’far.
Jawaban Ja’far membuat Raja Najasyih mengilustrasikan dengan sebuah garis yang menyebutkan bahwa Isa tidak keluar dari garis tersebut. Sang raja memerintahkan kaum muslim untuk pergi dan menjamin keamanannya. Bahkan, Raja Najasyih berikrar bahwa ia lebih baik meninggalkan gunung emas daripada menyakiti salah satu dari kaum muslimin yang hijrah ke negerinya.
Amru bin Ash pulang tanpa hasil. Hadiah yang banyak diserahkan kembali Raja Najasyih kepadanya. Kaum muslimin hidup aman dan damai serta bermata pencarian di Negeri Habasyah di bawah kekuasaan Raja Najasyih selama 15 tahun.
Saat Raja Najasyih dikudeta penduduknya. Najasyih menyatakan kepada kaum muslimin.
“Jika aku menang, maka kembalilah kalian ke Habasyah. Namun bila aku kalah, maka pergilah kalian,” seru Raja Najasyih.
Qodarullah-nya Raja Najasyih menang. Kaum muslimin melanjutkan tinggal di negeri Najasyih.
Begitulah kisah Negeri Najasyih terhadap sahabat Nabi saw yang baru memeluk Islam, yang terjadi pada tahun ketujuh sebeluh hijriah atau tahun 615 Masehi, lima tahun setelah Nabi Muhammad saw diutus. Teror dan siksaan yang kejam dari kaum quraisy kepada kaum muslimin ternyata mendapat perlindungan dari sang raja yang nonmuslim.
Menurut atlas Hadist al-Nabawi, Negeri Habasyah berada di benua Afrika, yang dikenal sekarang Ethiopia atau Eritrea. Penduduknya dikenal al-Habasyi berasal dari bangsa Sudan berkulit hitam. Habasyah menjadi cikal bakal perjuangan agama Islam dan kaum muslimin pada tahap-tahap permulaan.