Home > Historia

Kisah Pelik Dibalik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Sutan Syahrir menyatakan, satu-satunya pemimpin yang berwibawa memproklamasikan kemerdekaan adalah Soekarno. Hanya Soekarno yang mempunyai cukup pengaruh pada rakyat.

Atas kemungkinan itu, diadakan upacara pembacaan proklamasi kemerdedaan paralel di Asrama Parapatan 10. Acara pembacaan proklamasi serentak juga di Parapatan 10 dengan menaikan Bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah proklamasi dibacakan, datang pejabat Jepang melarangnya akan tetapi sudah telat karena proklamasi kemerdekaan Indonesia sudah diikrarkan. Orang-orang Jepang kala itu marah-marah. Pada saat pembacaan proklamasi itu Soekarno dalam keadaan tidak sehat badan.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia ini menjadi impian bangsa Indonesia untuk menyatakan hak hidup dan hak menentukan nasib sendiri bangsa Indonesia dengan cita-cita untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur.

Dalam buku Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia karya Cindy Adams, Laksamana Maeda menawarkan rumahnya sebagai tempat aman dan terlindung untuk menyusun naskah proklamasi kemerdekaan. “Kita sangat memerlukan perlindungannya,” kata Soekarno.

Tentara Jepang mengancam setiap orang yang menyebarkan berita bahwa Jepang sudah menyerah dan akan merebut kekuasaan. Konpetai melakukan penangkapan-penangkapan di mana-mana.

Soekarno menyatakan, proklamasi itu pendek saja, sifat kata-katanya menggambarkan pernyataan umum. Ia tidak mendekritkan keluhan, kepedihan, atau kemiskinan.

“Bagaimana mungkin kami di saat itu bisa mencari kata-kata yang cukup perih untuk mengingatkan orang pada pengorbanan yang tak ada taranya dari ribuan tubuh yang bergelimpangan dalam kuburan-kuburan tak dikenal di Boven Digul! Kami bahkan tidak mencoba mencari kata-kata demikian itu,” kata Soekarno dalam buku tersebut.

Pernyataan singkat dan tidak menggetarkan perasaan, dengan mana kami menuntut kembali tanah tumpah darah kami setelah 350 tahun dijajah. Isinya:

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya.

Djakarta, 17-9-‘45

Atas nama bangsa Indonesia

Sukarno – Hatta.

Pernyataan ini hanya ditulis dalam secarik kerta bergaris biru dari buku tulis pemberian seseorang, bukan ditulis dengan pena tinta emas yang ditulis dalam perkamen seperti lazimnya pena untuk menandatangani surat penting.

“Aku merobeknya selembar dan dengan tanganku sendiri menuliskan kata-kata proklamasi sepanjang garis-garis biru itu,” tutur Soekarno tanpa menyebutkan penanya pinjam dari siapa yang ia gunakan. (Mursalin Yasland)

× Image