Home > Historia

Kisah Warga Bergantung Hidup di Hutan (Larangan) Gunung Betung

Warga menggarap ladang di hutan Gunung Betung sejak zaman kolonial Belanda hingga tahun 1958.

Memandang kawasan laut dari puncak Gunung Betung. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland)
Memandang kawasan laut dari puncak Gunung Betung. (Foto: SumatraLink.id/Mursalin Yasland)

Hutan Kelola Rakyat

Jauh sebelum pemerintah Presiden Joko Widodo mencanangkan lahan hutan kelola rakyat seluas 12,7 juta ha digulirkan dua tahun terakhir, SHK Lestari sudah menginisiasi hutan kelola rakyat berbasis komunitas. SHK Lestari sudah melakukan pemetaan yang secara partisipatif melibatkan seluruh masyarakat yang tinggal di Dusun Muara Tiga, dan luas kawasan yang dikelola SHK Lestari mencapai 625,75 ha. Dusun Muara Tiga dibentuk warga tahun 1970. Dusun ini menjadi salah satu situs wisata Kampoeng Lestari.

Ia menuturkan, konsep ekowisata yang dilakukan SHK Lestari upaya untuk mendekatkan kelompok masyarakat pada pemerintah dan mengkolaborasikan program pengelolaan kawasan Tahura WAR. Pihaknya berkolaborasi dengan UPTD Tahura WAR, agar fungsi hutan tetap menjadi pusat penelitian, pendidikan, dan ekowisata.

“Kami tidak mau kalau konsep ekowisata, menjadikan lahan hutan Gunung Betung sebagai bisnis,” ujarnya. Menurut dia, kawasan Tahura WAR memang memiliki potensi wisata yang banyak dan menakjubkan, sehingga salah pengelolaan ekowisata oleh pemodal akan berimplikasi rusaknya kawasan hutan.

Konsep kolaborasi terus digencarkan, maka keluarlah Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kolaborasi Pengelolaan Tahura WAR. Adanya perda itu, warga yang berdiam di sekitar hutan dan berladang di dalam hutan Register 19 sedikit lega, adanya pengakuan legalitas.

Setelah keluar Piagam Tahura (Piagam Kolaborasi), warga mendapat ketenangan bekerja mengelola kebun dan ladangnya, ekonomi warga mulai bangkit, pendapatan hasil hutan bukan kayu meningkat, sehingga warga merasakan keadilan segera tercapai.

Baca juga: Soeharto Lancar Berbicara Bahasa Inggris, Benarkah?

Menurut Sutono, waktu itu menjabat Sekdaprov Lampung merangkap kepala Dinas Kehutanan Lampung, konsep pengelolaan kawasan hutan menjadi sangat penting untuk keberlangsungan keanekaragaman hayati dan mempertahankan keberlangsungan satwa yang ada.

Pada Simposium Perubahan Iklim yang digelar Walhi Bandar Lampung pada 25 November 2016, Sutono pernah mengatakan, skema hutan kelola rakyat secara partisipatif sangat mendukung untuk menjaga kelestarian alam dan ekologinya. (Mursalin Yasland)

× Image