Home > Kisah

Si Pending Emas, Berjuang dengan Senjata Pena

Setelah dikalungkan Pending Emas di lehernya, ia kembalikan ke Presiden RI sebagai lambang pejuang-pejuang Trikora untuk dikenang sepanjang masa.

Koran Mingguan Karya, pemimpinnya Herlina. (Foto: Repro Buku Pending Emas)
Koran Mingguan Karya, pemimpinnya Herlina. (Foto: Repro Buku Pending Emas)

Perjuangan membebaskan Irian Barat dari penjajah, Herlina memandang perlu media massa, surat kabar dan radio. Media massa ini memegang peranan penting keberhasilan perjuangan. Sebut saja Hitler dapat meng-Nazi-kan rakyatnya sampai ke pelosok di Jerman. Bung Tomo pada pertempuran 10 November 1945, dapat bersuara lantang di corong radio untuk membakar arek-arek Suroboyo turut berperang.

Di Suosiu sama sekali tidak ada media komunikasi massa. Herlina terpanggil untuk mengisi kekosongan media massa sebagai basis utama perjuangan. Ia tertantang untuk berbuat sesuatu. Selaku anak muda, turut andil dalam mengisi kemerdekaan dan perjuangan merebut Irian Barat. Ia memerintah dirinya sendiri untuk berjuang.

Ia optimistis bila rakyat meski dalam keadaan miskin dan terbelakang, bila mendapatkan penerangan (pencerahan), lama kelamaan akan tergugah kembali kesadaran dan rela mengorbankan jiwa dan raga untuk daerahnya. “Bagaimana kita memberikan pengertian dan mengetuk perasaan serta menggugah kesadaran rakyat! Ini tugasku,” ujar Herlina.

Salah satu upaya untuk menjembatani komunikasi pemerintah dan rakyat, ia berinisiati surat kabar jembatannya. “Akan kutulis berbagai bentuk tulisan yang baik dan menarik, yang menyentuh perasaan rakyat, hingga saudara-saudaraku ini bangkit dan berjuang,” ujarnya.

Ini jalan pertama yang dapat dilakukan Herlina untuk rakyatnya di Soasiu, yang masih tidur pulas, tidak bersemangat berjuang, dan terbelakang. “Berjuang dengan senjata pena yang diasah dengan akal sehat serta tekad yang bulat, walaupun aku belum tahu benar bagaimana wujud surat kabar yang kubayangkan itu,” katanya.

× Image