Home > Kisah

Si Pending Emas, Berjuang dengan Senjata Pena

Setelah dikalungkan Pending Emas di lehernya, ia kembalikan ke Presiden RI sebagai lambang pejuang-pejuang Trikora untuk dikenang sepanjang masa.

Rakyat di Soasiu, tergugah berjuang membebaskan Irian Barat. (Foto: Repro Buku Pending Emas)
Rakyat di Soasiu, tergugah berjuang membebaskan Irian Barat. (Foto: Repro Buku Pending Emas)

Akhirnya, Surat Kabar Karya terbit pada 1 Desember 1961. Butuh waktu lima hari persiapan terbit perdana koran Karya di Soasiu dengan empat halaman, dengan empat awak redaksi. Kantor koran di Ternate, percetakannya di Soasiu. Jarak keduanya tidak jauh hanya dua jam naik kapal motor. Tapi, kapal motor itu tidak setiap hariberoperasi, hanya dua kali sepekan. Ini yang menjadi masalah.

Ruang redaksi di kantor Mingguan Karya sangat terbatas. Berita dan artikel yang dikerjakan menggunakan hanya satu mesin ketik. Lagi pula, sebagai wartawan baru sekaligus pemimpin koran, menggunakan mesin ketik tidak lancar, membuat antrean panjang dan lama menunggu menjelang deadline.

Setelah deadline, mereka harus membawa naskah ke percetakan menggunakan kapal motor ke Soasiu. Akhirnya, pada 1 Desember 1961, pukul 18.00, Mingguan Karya terbit perdana sesuai rencana.

“Syukur ya Allah! Aku bangga. Inilah hari yang kutunggu, salah satu hari bersejarah dalam hidupku. Inilah hari lahir surat kabar perjuangan hasil karyaku, hasil karya Herlina!” ia membatin.

Herlina mendapat Bintang Dharma Bakti dari Presiden Sukarno yang Pending Emas dikalungkan di lehernya di Istana Negara, Jakarta, pada 19 Februari 1963. Dalam acara itu, ia teringat dengan kasih sayang ibunya. Ia teringat kembali dengan para sukarelawan dan para gerilyawan yang cacat berjuang. Ia teringat saat perjuangan bergrilya di hutan rimba belantaran Irian.

Air matanya menetes dan haru bercampur sedih. Hanya beberapa saat, tanda penghargaan Pending Emas yang dikalungkan di lehernya, seperti janjinya sebelumnya bahwa pengabdiannya bukan mencari tanda jasa, ia kembalikan dan menyerahkan kembali ke Presiden RI sebagai lambang pejuang-pejuang Trikora untuk dikenang sepanjang masa. Semoga arwah para pejuang diterima di hadirat Allah, Amin!

“Janganlah aku disebut pahlawan, sebutan itu belum waktunya diberikan kepadaku. Aku hanyalah Herlina biasa,” demikian pengakuan Si “Pending Emas”, Srikandi Trikora, satu-satunya pejuang perempuan pembebasan Irian Barat. (Mursalin Yasland)

× Image